SukaSuka TerinspirasiTerinspirasi HeranHeran

Sejarah Kerajaan Terbesar di Nusantara; Majapahit-Wilwatikta

Majapahit adalah sebuah kemaharajaan terbesar yang pernah berdiri di nusantara dari tahun 1293 Masehi hingga tahun 1500-an. Pada puncak kejayaannya, wilayahnya terbentang sangat luas, mulai dari Champa di Vietnam, Melaka, ujung utara Sumatera, Pahang, kalimantan, Bali hingga ke timur sampai Papua.

Majapahit beribukota di wilayah yang kini menjadi Trowulan Mojokerto, Jawa Timur.

Nama Majapahit berasal dari kata ‘maja’ dan ‘pahit’. Konon saat orang-orang Madura yang membatu raden Wijaya membuka hutan Tarik tengah beristirahat, mereka menemukan buah maja dan memakannya, namun buah itu rasanya pahit. Nama lain Majapahit adalah Wilwatikta yang dalam bahasa Sansekerta bermakna sama, yaitu pohon maja (vilva) dan tikta (pahit).

Daftar isi artikel ini adalah:

  • Sejarah Berdirinya Kerajaan majapahit; Patah Tumbuh Hilang Berganti
  • Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit; Desentralisasi
  • Masa Puncak Kejayaan Majapahit; Super Power Abad XIV
  • Kemunduran Majapahit Hingga Keruntuhannya; Intrik Politik dan Perang Saudara
  • Silsilah Raja-raja yang Memerintah Tahta Majapahit; Awal Hingga Akhir
  • Mahapatih Gajah Mada Sang Pemersatu Nusantara
  • Candi-candi Peninggalan Majapahit
  • Karya Susastera Peninggalan Majapahit
  • Warisan atau Legacy Majapahit pada Generasi Selanjutnya

Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit: Patah Tumbuh Hilang Berganti

Kelahiran kerajaan Majapahit tidak bisa dilepaskan dari runtuhnya Tumapel atau Singhasari. Pendiri Majapahit adalah Raden Wijaya (dalam Prasasti Kudadu namanya disebut sebagai Nararya Sanggramawijaya) yang merupakan menantu raja terakhir Singhasari. Maka tepat kiranya bila Majapahit disebut sebagai penerus kejayaan Singhasari.

Pada tahun 1292, Raja bawahan Singhasari dari Glang-glang (sekarang dusun Gelang dan Ngurawan Dolopo Madiun) yang bernama Jayakatwang, menyerbu ibukota dan membunuh penguasa terakhir Singhasari, yakni Raja Kertanegara.

Kisah seputar kejatuhan Singhasari dapat juga dibaca di artikel Napak Tilas Rute Pelarian Raden Wijaya ke Madura

Pasukan Glang-glang menyerang dari arah utara dan selatan. Pasukan yang datang dari utara adalah Pasukan pancingan untuk mengalihkan perhatian, sedangkan pasukan induk datang dari selatan. Raja Kertanegara yang tidak menyadari tipu daya ini mengirimkan Raden Wijaya untuk menghadang musuh dari utara. Ibukota dapat direbut oleh pasukan penyerbu lewat selatan dan Kertanegara beserta para pembesar kerajaan terbunuh.

Pasukan Raden Wijaya tidak mampu mengalahkan musuh bahkan pada akhirnya mereka dikejar-kejar hingga hanya tersisa Raden Wijaya beserta 12 orang pengikutnya. Diantara pengikutnya yang tersisa adalah Nambi, Lembusura, Ranggalawe, dan Gajah Pagon. Raden Wijaya yang terdesak melarikan diri ke Madura dan meminta perlindungan kepada Arya Wiraraja, Bupati Songeneb (Sumenep).

Arya Wiraraja menyarankan Raden Wijaya agar meminta pengampunan dan mengabdi pada Jayakatwang.

Atas upaya diplomasi Arya Wiraraja, Jayakatwang menerima Raden Wijaya. Raden Wijaya diperkenankan membuka Hutan Trik (sekarang Desa Tarik Mojokerto) untuk dijadikan pemukiman.

Nama Majapahit dipergunakan saat rakyat yang lelah bekerja membuka hutan menemukan buah maja namun rasanya pahit. Dalam Prasasti nama lain Kerajaan Majapahit adalah Wilwatikta.

Pasukan Tartar yang dikirim Maharaja Cina Kubilai Khan mendarat di Tuban untuk menghukum Raja Jawa yakni Kertanegara yang sebelumnya menolak mengakui Cina dan bahkan membuat cacat utusan yang dikirim.

Raden Wijaya memanfaatkan Pasukan Tartar untuk menyerang Jayakatwang. Setelah Jayakatwang berhasil dikalahkan, Raden Wijaya berbalik mengusir Pasukan Tartar dari tanah Jawa.

Ia kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana pada tanggal 15 bulan Kartika 1215 Saka (12 November 1293).

Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit: Desentralisasi

Sistem pemerintahan Majapahit adalah kerajaan dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh maharaja yang diangkat secara turun temurun.

Kerajaan terbagi dalam wilayah sebagai berikut:

  • Bhumi: pusat kerajaan, tempat kedudukan penguasa tertinggi dan kerabat istana
  • Nagara: untuk padanan jaman sekarang barangkali adalah propinsi, diperintah oleh rajya atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan keluarga dekat raja), bhatara, wadhana atau adipati
  • Watak: setingkat kabupaten, dipimpin oleh seorang tumenggung atau wiyasa
  • Kuwu: semacam kademangan dipimpin oleh lurah atau demang
  • Wanua: setingkat desa, dipimpin oleh rama
  • Kabuyutan: lingkungan, padukuhan, dusun kecil, dipimpin oleh seorang buyut atau rama atau kepala dukuh. Kabuyutan bisa juga diartikan sebagai kumpulan penganut keagamaan di suatu tempat.

Dalam melaksanakan pemerintahan, raja dibantu oleh berbagai badan atau pejabat berikut.

  1. Rakryan Mahamantri Katrini, dijabat oleh para putra raja, terdiri atas Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan, dan Rakryan i Halu.
  2. Dewan Pelaksana terdiri atas Rakryan Mapatih atau Patih Mangkabumi, Rakryan Tumenggung, Rakryan Demung, Rakryan Rangga dan Rakryan Kanuruhan. Kelima pejabat ini dikenal sebagai Sang Panca ring Wilwatika. Di antara kelima pejabat itu Rakryan Mapatih atau Patih Mangkubumi merupakan pejabat yang paling penting. Ia menduduki tempat sebagai perdana menteri. Bersama sama raja, ia menjalankan kebijaksanaan pemerintahan.

Selain itu terdapat pula dewan pertimbangan yang disebut dengan Batara Sapta Prabu yang beranggotakan penasehat senior yang dijabat orang tua, kerabat sepuh, atau paman raja.

Dalam kalender tatanegara, setiap bulan pertama Caitra (sekitar Maret-April) semua utusan dari wilayah taklukan menghadap istana untuk memberikan upeti. Secara umum, tata pemerintahan Majapahit terbagi 3: keraton yang termasuk ibukota dan sekitarnya sebagai pusat pemerintahan, wilayah-wilayah di jawa Timur dan Bali yang dikepalai pejabat yang ditunjuk raja, serta raja-raja vasal negri taklukan yang memiliki otonomi luas.

Prasati Waringin Pitu membeberkan apa saja kerajaan bawahan Majapahit dan siapa para pemimpinnya, yakni :

  • Bhre Daha, yang dijabat oleh Sri Bhattara Jayawardhani Dyah Jayeswari
  • Bhre Kahuripan, yang dijabat oleh Rajasawardhana Dyah Wijaya Kumara
  • Bhre Pajang, yang dijabat oleh Dyah Sureswari
  • Bhre Wengker, yang dijabat oleh Girisawardhana Syah Surya Wikrama
  • Bhre Wirabhumi, yang dijabat oleh Rajasawardhanendudewi Dyah Pureswari
  • Bhre Matahun, yang dijabat oleh Wijaya Parakrama Dyah Samarawijaya
  • Bhre Tumapel, yang dijabat oleh Singa Wikrama Wardhana Dyah Sura Prabawa
  • Bhre Jagaraga, yang diabat oleh I Sri Bhattara Wijaya Indudewi Dyah Wijaya Duhita
  • Bhre Tanjungpura, yang dijabat oleh Manggalawardhana Dyah Suragarini
  • Bhre Kembang Jenar, yang dijabat oleh Rajanandeswari Dyah Sudarmini
  • Bhre Kabalan, yang dijabat oleh Mahamahisi Dyah Sawitri
  • Bhre Singhapura, yang dijabat oleh Rajasa Wardhana Dewi Dyah Seripura
  • Bhre Keling, yang dijabat oleh Girindrawardhana Dyah Wijaya Karana
  • Bhre Kelinggapura, yang dijabat oleh Kamalawarnnadewi Dyah Sudayita

Menteri kerajaan atau yang disebut dengan Menteri Katrini ada 3 :

  • Rakryan Menteri Hino Dyah Sudewa
  • Rakryan Menteri Sirikan Dyah Sudarcana
  • Rakryan Menteri Halu Dyah Jubung

Menteri Sang Panca Wilwatikta :

  • Rakryan Rangga Mpu Capana
  • Rakryan Kanuruhan Mpu Samparka
  • Rakryan Demu Mpu Pambubuh
  • Rakryan Tumenggung Mpu Gading
  • Rakryan Mapatih Majapahit Gajah Geger

Terdapat dua pemimpin keagamaan tertinggi, yakni Dharmadyaksa ring Kasaiwan yang mengurusi agama Syiwa (Hindu) dan Dharmadyaksa ring Kasogatan sebagai pendeta tertinggi umat Buddha.

Masa Keemasan Kerajaan Majapahit; Super Power Abad XIV

Puncak kejayaan Majapahit oleh banyak ahli dikatakan terjadi pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk (1350-1389 M). Mahapatih Gajah Mada yang berwawasan luas berhasil mewujudkan sumpah Palapa. Ia menaklukan banyak kerajaan dan wilayah-wilayah baru yang jauh letaknya di bawah kekuasaan imperium Majapahit. Doktrin politik Cakrawala Mandala Dwipantara warisan raja terakhir Singhasari, Kertanegara berhasil dikejawantahkan dengan gilang-gemilang.

 

Baca juga: Kekuatan militer Majapahit dapat diukur dari respon kerajaan musuhnya

 

Situasi politik dan keamanan demikian stabil sehingga memungkinkan Hayam Wuruk melakukan inspeksi kenegaraan ke berbagai wilayah di Jawa timur beberapa kali dan merenovasi banyak bangunan keagamaan dan candi-candi leluhurnya. Salah satu pujangga keraton bernama Mpu Prapanca yang ikut dalam rombongan inspeksi kerajaan, berhasil menulis Desawarnana atau yang lebih dikenal sebagai Negarakretagama. Kitab ini merupakan sumber primer yang tidak ada duanya yang menjadi rujukan utama sejarawan dalam menggali kebesaran Majapahit. Kelebihannya terletak pada sang penulis yang terlibat langsung dengan kejadian dan masa ditulisnya yang bersamaan dengan terjadinya peristiwa (bandingkan dengan Pararaton yang ditulis dua ratus tahun setelahnya, atau Kidung Harsawijaya yang dibuat pada masa kerajaan Islam).

Replika model rumah jaman Majapahit kekunoan.com

Majapahit disebutkan sebagai negara besar yang kaya raya dan penduduknya makmur. Dari sisa reruntuhan, ibukota kerajaan diperkirakan dikelilingi pagar tembok tinggi sepanjang 10 kilometer. Terdapat peninggalan berupa kanal air diberbagai tempat. Aretefak berupa perhiasan, arca, perlengkapan keagamaan, maupun alat makan yang banyak beredar di pasar atau pelelangan internasional menunjukkan ketrampilan seni yang tinggi. Kesenian berupa tari (disebutkan Hayam Wuruk muda pinter menari topeng) dan karya sastra berkembang pesat.

Kemunduran Majapahit Hingga Keruntuhannya; Intrik Politik & Perang Saudara

Majapahit mengalami berbagai kemunduran yang signifikan sebelum akhirnya benar benar bubar. Penyebab runtuhnya Majapahit diantaranya adalah faktor-faktor berikut ini :

  • Majapahit tumbuh menjadi sangat besar dan luas, sehingga masalah yang muncul menjadi lebih kompleks dan lebih sulit diselesaikan. Tampaknya tidak ada regenerasi pimpinan yang memadai.
  • Tome Pires melaporkan bahwa bahwa setelah sukses menggapai tujuannya, orang Majapahit terlalu percaya diri dan terlalu hidup bersenang-senang.
  • Munculnya perebutan kekuasaan dan intrik intrik politik ditingkat elit di dalam lingkaran istana
  • Tumbuhnya paham baru, yakni agama Islam yang mulai berkembang dari pelabuhan-pelabuhan di pesisir utara Jawa. Tome Pires mengatakan bahwa Raja Sunda tidak mengijinkan pedagang muslim berniaga di wilayahnya karena tidak ingin terjadi kekacauan seperti di Majapahit. Dapat diartikan bahwa penganut agama baru semakin besar dan pengaruh politiknya semakin kuat pula sehingga membawa ketidakstabilan pada kehidupan kenegaraan Majapahit.
  • Perang saudara mengakibatkan turunnya wibawa Majapahit sehingga banyak wilayah yang memisahkan diri. Tercatat bahwa Raja Majapahit pernah tinggal simbol saja karena pemegang kekuasaan tertinggi ada pada Patih Udara.
  • Munculnya perlawanan dari Kesultanan Demak yang didirikan oleh Raden Patah, yang masih kerabat Raja Majapahit pada tahun 1475.
  • Perang antara Demak dan Majapahit yang berlarut larut semakin memperlemah Majapahit hingga pada masa Demak dipimpin Sultan Trenggana, Majapahit jatuh dan istananya dibumi hanguskan. Sisa-sisa prajurit Majapahit yang lari ke Gunung Penanggungan dikejar dan dihabisi. Para bangsawan melarikan diri ke segala penjuru termasuk ke Bali.
  • Tahun 1518 Masehi seorang pengelana Portugis bernama Duarte Barbosa menulis bahwa masih ada raja Pagan (Penyembah berhala, tentu yang dimaksud belum beragama Islam) di pedalaman Jawa sementara sebagian besar daerah yang lain terutama di utara pesisir Pulau Jawa sudah diperintah oleh raja muslim. Tahun 1522 Masehi ilmuwan dan penjelajah dari Venesia, Italia bernama Antonio Pegafetta menulis bahwa di Jawa sudah tidak ada lagi kekuasaan Kerajaan yang bernama Majapahit.
  • Prasasti Pabanolan yang berangka tahun 1541 Masehi dianggap sebagai prasasti terakhir dari masa Majapahit. Prasasti ini tidak dikeluarkan oleh Raja melainkan oleh sebuah komunitas seni yang bermukim di lereng barat Gunung Bromo tepatnya di Desa Gubuk Lakah, Kabupaten Malang. Prasasti ini berisikan kisah panji yang hingga sekarang masih lestari dijadikan sebagai pertunjukkan tari topeng oleh masyarakat Malang, Jawa Timur. Disebutkan bahwa prasasti ini dibuat di lokasi yang merupakan salah satu tempat peribadatan suci di Wilwatikta atau Majapahit. Jadi meskipun pusat kerajaan sudah tidak ada, di wilayah pedalaman masih tersisa peninggalan peninggalan dan tempat tempat ibadah kerajaan. Tahun 1815 peneliti Belanda bernama Wardenaar mengunjungi bekas reruntuhan kerajaan Majapahit di Trowulan yang sudah berubah menjadi hutan.

Silsilah Raja-Raja Yang Memerintah Majapahit

Banyak perbedaan pendapat diantara ahli sejarah mengenai raja-raja yang pernah memerintah Majapahit khususnya pada masa akhir. Dengan menggunakan sumber data primer berupa serat Negarakretagama dan prasasti, lalu sumber sekunder berupa serat Pararaton, serta masih di crosscheck dengan sumber lain berupa catatan asing dari pengelana Cina maupun Portugis, Kidung Harsawijaya, Babad Tanah Jawi, dan lain – lain maka dapat disusun daftar sebagai berikut :

  1. Raden Wijaya (1294 – 1309)
  2. Jayanegara (1309 – 1328)
  3. Tribuwana Tungga Dewi (1328 – 1350)
  4. Hayam Wuruk (1350 – 1389)
  5. Wikramawardhana (1389 – 1427)
  6. Dewi Suhita (1427 – 1447)
  7. Kertawijaya ( 1447 – 1451)
  8. Rajasawardhana (1451 – 1453)
  9. Girishawardhana (1456 -1466)
  10. Suraprabhawa (1466 – 1478)
  11. Wijayakarana (1478 – 1486)
  12. Ranawijaya (1486 – 1513)

Berikut ini penjabaran mengenai kisah hidup, prestasi, peristiwa penting serta catatan kuno yang mengungkap bukti-bukti tentang para pemegang tahta tersebut:

RADEN WIJAYA (1294 – 1309)

Raden Wijaya memiliki 4 istri yang semuanya adalah putri Raja Singhasari terakhir Kertanegara. Mereka adalah Sang Prameswari Tribuwana, Prameswari Mahadewi, Prajnyaparamita Jayendra Dewi, dan Gayatri (yang bergelar Rajapatni). Dalam memerintah Kerajaan Majapahit Raden Wijaya tidak lupa mengangkat para pengikutnya yang setia saat masih dalam perjuangan dikejar-kejar tentara Jayakatwang.

  • Nambi diangkat sebagai pejabat patih Majapahit.
  • Lembusura sebagai patih Daha, Wilayah penting Majapahit sekarang Kediri
  • Arya Wiraraja dan Ranggalawe sebagai Pasangguhan

Pada pemerintahannya ini terjadi beberapa peristiwa politik yang mengakibatkan pecahnya perang saudara. Yang pertama adalah pemberontakan Ronggolawe akibat dari pengangkatan Nambi sebagai patih. Setelah Ronggolawe tewas, Arya Wiraraja menagih janji tentang pembagian wilayah kerajaan yang dijanjikan Raden Wijaya saat masih meminta perlindungannya di Madura. Raden Wijaya membalas budi dengan mengabulkan separuh wilayah kerajaannya yang sebelah timur dipimpin oleh Arya Wiraraja dengan ibukotanya di Lamajang (Lumajang).

JAYANEGARA (1309 – 1328)

Raden Wijaya meninggal tahun 1309 Masehi dan digantikan oleh Putranya bernama Jayanegara yang pada saat itu masih berusia 15 tahun. Jayanegara bergelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara. Jayanegara dijuluki Raden Kala Gemet dan dianggap lemah dan jahat, tidak secakap ayahnya. Karena kurang berwibawa terjadi banyak pemberontakan yang dilakukan oleh orang – orang kepercayaan ayahnya dahulu. Pararaton menceritakan bahwa penyebab pemberontakan juga karena Jayanegara berdarah campuran Jawa – Melayu. Pemberontakan pertama dilakukan oleh Nambi tahun 1316 dan berhasil ditumpas. Pemberontakan yang paling berbahaya dilakukan oleh Ra Kuti tahun 1319 hingga menyebabkan ibukota berhasil diduduki sementara dan Jayanegara terpaksa diungsikan ke Desa Badander oleh para prajurit Bhayangkari yang dipimpin Gajah Mada. Gajah Mada berhasil menyusun kekuatan di ibukota dengan bekerjasama dengan para pejabat dan rakyat sehingga Ra Kuti berhasil dikalahkan. Sebuah hasutan politik mengakibatkan terbunuhnya salah seoang Dharmaputra bernama Ra Semi. Perlu diketahui Raden Wijaya membentuk Dharmaputra yang merupakan pejabat pendamping raja yang saat itu terdiri atas : Ra Kuti, Ra Semi, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, Ra Pengsa dan Ra Tanca. Kelak Jayanegara tewas ditangan Ra Tanca. Jayanegara sakit bengkak dan Gajah Mada menyuruh tabib Ra Tanca masuk kamar untuk mengobatinya. Ra Tanca menusuk Raja Jayanegara hingga tewas dan nyawanya sendiri melayang ditangan Gajah Mada.

TRIBUWAHA TUNGGA DEWI (1328 – 1350)

Tribuwana adalah putri Raden Wijaya dari Gayatri, jadi merupakan adik tiri Jayanegara. Ia bergelar Sri Tribhuwanotunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani dan memerintah bersama suaminya Kertawardhana. Pada masa pemerintahannya ia berhasil memadamkan pemberontakan Sadeng dan Keta. Gajah Mada diangkat sebagai Rakryan Patih Majapahit tahun 1334 dan mengucapkan Sumpah Palapa yang artinya tidak akan bersenang – senang sebelum berhasil menundukkan wilayah nusantara dibawah Majapahit. Gagasan ini sebenarnya telah dimulai oleh Raja Singhasari terakhir Kertanegara. Tahun 1343 Majapahit berhasil menundukkan Bali. Tahun 1347 menaklukan sisa – sisa Kerajaan Sriwijaya dan Melayu. Tribuwana turun tahta tahun 1351 setelah meninggalnya ibunya Gayatri. Ia kemudian kembali ke posisinya semula menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Sapta Prabu yakni semacam dewan penasihat agung yang beranggotakan keluarga kerajaan senior.

HAYAM WURUK (1350 – 1389)

Dikenang sebagai Pangeran yang cakap karena mahir menari topeng, ia dilahirkan tahun 1334, di tahun yang sama saat Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang terkenal. Ia adalah anak kandung Tribuwana Tungga Dewi. Masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan didampingi Maha Patih Gajah Mada inilah yang dianggap sebagai puncak keemasan Kerajaan Majapahit karena Majapahit telah berhasil menaklukan wilayah yang sangat luas. Peristiwa penting yang terjadi adalah Peristiwa Bubat. Raja Hayam Wuruk berniat mempersunting Putri Sunda. Berangkatlah rombongan dari Sunda menuju Majapahit dan berkemah di lapangan Bubat. Terjadi kesalahpahaman karena Patih Gajah Mada menganggap Sunda tunduk pada Majapahit dan menyerahkan sang putri sebagai persembahan. Rombongan dari Sunda tersinggung dan marah sehingga pecah peperangan yang tidak seimbang. Sang Prabu Maharaja Sunda dan putrinya ikut tewas. Peristiwa lain yang tidak kalah pentingnya adalah Dharma Hayam Wuruk dengan merenovasi atau membangun kembali candi – candi peninggalan leluhurnya yang banyak jumlahnya. Majapahit memasuki era yang damai sehingga Hayam Wuruk dapat mengadakan tur inspeksi ke berbagai daerah di pelosok negeri. Hayam Wuruk wafat tahun 1389.

WIKRAMAWARDHANA (1389 – 1427)

Tongkat kepemimpinan Majapahit setelah Hayam Wuruk meninggal dipegang oleh Kusumawardhani dengan suaminya Wikramawardhana. Peristiwa penting yang terjadi pada masa ini adalah pecahnya perang saudara yaitu Perang Paregreg. Penyebab perang adalah perselisihan antara Bhre Wirabumi, Putra Wijayarajasa, mertua Hayam Wuruk yang berkuasa di Istana Timur di Pamotan dengan Wikramawardhana. Perang berlangsung tahun 1326 hingga 1328 dengan kemenangan Wikramawardhana. Perang ini melemahkan Majapahit karena banyak menguras kas negara. Tahun 1348 juga terjadi bencana kelaparan berkepanjangan.

DEWI SUHITA (1427 – 1447)

Setelah Wikramawardhana mengalahkan Bhre Wirabumi di perang Paregreg, yang memboyong putri Bhre Wirabumi untuk dijadikan selir dari selir tersebut lahir 3 orang anak : Bhre Tumapel, Dewi Suhita, dan Kertawijaya. Kerika raja Wirakramawardhana meninggal tahun 1349, Dewi Suhita naik tahta menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Tidak ada peristiwa penting atau prestasi Dewi Suhita selama masa pemerintahannya selain disebutkan bahwa Majapahit pernah mengalami bencana kelaparan. Dewi Suhita meninggal tahun 1369 Saka.

KERTAWIJAYA (1447 – 1451)

Adik Dewi Suhita yang bernama Kertawijaya menggantikan posisi kakaknya yang meninggal tahun 1369 Saka. Juga tidak ditemukan banyak catatan pada masa pemerintahannya kecuali tentang sering terjadinya bencana alam gempa bumi dan gunung meletus. Pada awal pemerintahannya Kertawijaya mengeluarkan Prasasti yang dinamakan Waringin Pitu. Dari prasasti ini kita dapat mengetahui sistem pemerintahan kerajaan, pejabat menteri, pemimpin rohani, dan wilayah-wilayah kerajaan bawahan utama Majapahit beserta penguasanya.

RAJASAWARDHANA (1451 – 1453)

Tahun 1451 Rajasawardhana menjabat sebagai Raja Majapahit menggantikan Kertawijaya. Setlah kematiannya disebutkan bahwa di Kerajaan Majapahit terjadi kekosongan pemerintahan hingga 3 tahun lamanya.

GIRISHAWARDHANA (1456 – 1466)

Raja ini sebelumnya adalah Raja bawahan di Wengker (Bhre Wengker) sesuai dengan yang tertulis didalam Prasati Waringin Pitu, Pejabat Bhre Wengker adalah Girishawardhana Dyah Surya Wikrama.

SURAPRABHAWANA (1466 – 1447)

Pengangkatan Suraprabhawana atau Bhre Pandansalas ini didapat dari prasasti yang ditemukan di selatan Bojonegoro yang bernama Prasati Tamintihan. Berita tentang raja raja Majapahit akhir tidak banyak. Ada peristiwa seorang raja yang meninggalkan istana Majapahit di tahun 1390 Saka dan ini diinterpretasikan bahwa tengah terjadi konflik di Majapahit.

WIJAYAKARANA (1478 – 1486)

Gelapnya data mengenai Raja Majapahit setelah tahun 1400 Saka mulai terkuak dengan ditemukannya Prasasti Petak. Prasasti ini menceritakan tentang seorang raja yang bertahta tahun 1458. Dari prasasti lain bernama Prasati Jiyu dapat diketahui bahwa wilayah Majapahit atau Wilwatikta mencakup Janggala dan Kediri. Catatan seorang pelaut Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya yang berjudul Sumaoriental memberi informasi tentang pemerintahan Majapahit yang dipegang oleh Bhre Mataram kemudian dilanjutkan oleh Bhatara Vojjaya (Bhatara Wijaya atau Brawijaya).

RANAWIJAYA (1486 – 1513)

Setelah perang di Majapahit yang berujung dengan kekalahan Bhre Pandansalas (Suraprabhawana) maka posisi istana Majapahit juga dipindah, tidak lagi berada di Trowulan melainkan di Daha (Kediri). Nama Ranawijaya ini identik dengan Bhre Kertabumi dan bergelar Brawijaya. Didalam masyarakat ada cerita lisan tentang Raja Brawijaya V. Ini tidak tepat dan tidak sesuai dengan sumber sejarah primer karena penggunaan angka dibelakang nama penguasa baru dimulai pada era Mataram Islam yakni gelar Hamengkubuwono I, Pakubuwono III, Mangkunegoro V, dan seterusnya. Besar kemungkinan penggunaan angka ini dipengaruhi oleh budaya koloni Belanda yang rajanya bernama Willem I, Willem II, dan seterusnya.

Mahapatih Gajah Mada Sang Pemersatu Nusantara

Majapahit tidak bisa lepas dari peran Maha Patih Gajah Mada yang terkenal dengan sumpah Palapa nya. Isi sumpah kurang lebih adalah janji untuk tidak akan bersenang – senang sebelum seluruh nusantara takluk dibawah kekuasaan Majapahit.

Nama Gajah Mada sering lebih dikenal dibandingkan dengan raja yang memerintah Majapahit tersebab perannya yang sangat menonjol.

Ide penyatuan nusantara sebenarnya telah digagas oleh raja terakhir Singhasari Kertanegara dengan doktrin politiknya yang dikenal sebagai Cakrawala Mandala Dwipantara. Lewat ekspedisi Pamalayu, Kertanegara menjalin hubungan dengan Malayu. Berturut-turut Pahang di Malaysia, Bakulapura atau Tanjungpura di barat daya Kalimantan, Sunda, Madura dan Gurun  yang merupakan sebuah pulau di timur nusantara, juga terhubung dengan Singhasari sebagai rekanan. Persahabatan dengan penguasa Champa tercipta demi bersama-sama membendung serangan Tartar.

Hubungan diplomatik tersebut pudar seiring dengan meninggalnya Kertanegara.

Pendiri kerajaan baru yakni Raden Wijaya dan penerusnya Jayanegara masih sibuk berkutat dengan pemberontakan dalam negri.

Ilustrasi Sosok Mahapatih Gajah Mada dengan Interpretasi Modern yang Kekinian dalam sebuah Game
Ilustrasi sosok Mahapatih Gajah Mada dengan interpretasi modern yang kekinian dalam sebuah game. Modifikasi yang mampu menambah daya jangkau penyebaran ilmu sejarah untuk kaum muda.

Setelah tercipta kemanan yang stabil barulah Gajah Mada meneruskan doktrin politik Cakrawala Mandala Dwipantara. Terinspirasi dari gagasan tersebut, Gajah Mada yang berwawasan luas justru melakukan hal yang lebih besar dengan sumpah untuk lebih dari sekedar menjalin kontak diplomatik, melainkan menyatukan semuanya di bawah Majapahit.

Ambisi ini dimulai dari serangan pada Bali tahun 1265 Saka (1343 masehi), dan berlanjut dengan penyerangan pada Gurun (Lombok). Tahun 1377 Majapahit menyerbu Suwarnabhumi (Sumatera) karena telah lancang mengirim utusan ke Tiongkok tanpa meminta ijin Jawa. Perlu dicatat bahwa saat itu Sriwijaya adalah kerajaan tua yang telah lemah dan banyak berkiblat pada Tiongkok. DSerbuan ke Tumasik dipicu ulah pembesar Tumasik bernama Rajuna yang berhianat. Berikutnya Aceh dan pasai jatuh. Terdapat kemungkinan bahwa serangan ke Pasai dipimpin langsung oleh Gajah Mada.

Gajah Mada seperti mencari tuah kekuatan sakti kerajaan-kerajaan pendahulu karena wilayah-wilayah yang dibidik dulunya sempat menjadi tempat berkembangnya kerajaan-kerajaan besar lama. Bali dulu adalah kerajaan balidwipamandala yang beribukota di Singhadwala yang dipimpin dinasti Marwadewa di abad 8-10. Sunda dahulu adalah kerajaan Tarumanegara di abad 4-6. Kutai yang dipimpin Mulawarman pada abad 4-5 bertempat di Kalimantan, sedangkan Palembang di Sumatera Selatan merupakan bekas kedudukan Sriwijaya dari abad 8-12.

Tumasik dan Pahang penting karena lokasinya yang strategis sebagai pusat perhubungan laut. Dompo adalah pusatnya kayu cendana yang bermutu tinggi. Kayu cendana pada masa itu termasuk ‘hot item’ barang bernilai tinggi karena dibutuhkan sebagai perlengakapan keagamaan. Seram dan sekitarnya menghasilkan rempah-rempah berkualitas tinggi.

Karena terkenal diberbagai wilayah, maka banyak pula yang mengklaim perihal asal usul Gajah Mada.

Salah satu teori dikemukakan oleh sejarahwan Agus Munandar yang mengatakan bahwa Gajah Mada lahir di Pandakan (Pandaan Utara Malang sekarang). Saat Raden Wijaya bersembunyi dari kejaran pasukan Glang Glang pengikutnya hanya tersisa 12 orang diantaranya adalah Nambi, Sora, Ranggalawe, dan Gajah Pagon. Secara khusus pararaton menulis kisah tentang Gajah Pagon yang terluka tertusuk tombak. Raden Wijaya menitipkan Gajah Pagon yang terluka pada kepala Desa Pandakan sebelum menyebrang ke Madura utnuk meminta perlindungan pada Arya Wiraraja. Gajah Pagon inilah yang kemudiaan menikah dengan putri kepala desa dan melahirkan anak bernama Gajah Mada. Saat Raden Wijaya berkuasa ia mengangkat pengikutnya yang setia untuk menduduki banyak jabatan penting. Barangkali Gajah Pagon tetap tinggal di Pandakan namun mengirimkan anaknya untuk mengabdi di kerajaan. Inilah asal mula Gajah Mada mengabdi sebagai Bhayangkara pengawal raja.

Nama Gajah Mada mulai mencuat saat mengungsikan raja kedua Majapahit yakni Jayanegara ke Desa Bedander akibat pemberontakan Ra Kuti. Ia berhasil menghimpun kekuatan para bangsawan dan rakyat dan berhasil memadamkan pemberontakan.

Gajah Mada tercatat pernah diangkat sebagai patih di Daha, salah satu wilayah utama Kerajaan Majapahit. Puncak karirnya adalah saat diangkat menjadi Maha Patih di era Tribuwana Tungga Dewi.

Disamping prestasinya yang gemilang ada catatan negatif mengenai perannya atas tragedi Bubat. Terjadi kesalahpahaman antara rombongan Kerajaan Sunda yang hendak mengantarkan Putri raja untuk dijadikan permaisuri untuk Hayam Wuruk. Gajah Mada menganggap sang putri sebagai persembahan tanda takluknya sunda pada Majapahit, sedangkan Raja Sunda menuntut persamaan kedudukan. Pecah perang yang tidak seimbang yang menewaskan Sri Baduga Maharaja Kerajaan Sunda beserta putrinya. Ada sumber yang mengatakan  bahwa Gajah Mada mengundurkan diri setelah Perang Bubat karena malu namun ada sumber lain yang menyuratkan bahwa Gajah Mada tetap menjabat sebagai Maha Patih sampai meninggalnya tahun 1286 Saka karena sakit.

Kejayaan Majapahit dan sumpah Palapa untuk menyatakan nusantara inilah yang diangkat sebagai inspirasi oleh Soekarno dalam mendirikan NKRI. Melalui menteri pendidikannya Prof.Moh Yamin, Soekarno mengklaim bahwa wilayah Indonesia mencakup daerah bekas wilayah kekuasaan Majapahit ditambah Irian Jaya.

Prof. Moh Yamin menyempatkan diri datang ke Trowulan guna melakukan penggalian arkeologis dan menemukan relief wajah dipecahan tembikar. Wajah inilah yang diklaim sebagai wajah Maha Patih Gajah Mada sebagaimana yang kita kenal secara umum dewasa ini. Namun tentu saja klaim ini kurang didukung oleh data yang empiris. Tidak ada prasasti atau tinggalan apapun yang mengaitkan wajah tersebut sebagai wajah sang mahapatih. Ia lebih merupakan klaim pribadi dengan tujuan untuk memperkuat legitimasi berdirinya NKRI yang didengungkan sejak proklamasi.

Republik Indonesia didirikan dengan narasi kisah kejayaan Sriwijaya dan Majapahit di masa lampau.

Candi-Candi Peninggalan Majapahit

Candi Sukuh

Candi Sukuh ini terletak di Desa Berjo, Karanganyar, Jawa Tengah. Candi yang dibangun pada tahun 1437 Masehi ini termasuk salah satu Candi Hindu berbentuk piramid. Candi Sukuh sendiri memiliki struktur bangunan yang unik yang berbeda dibandingkan dengan candi-candi peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya.  Terdapat corak berupa lingga dan yoni di sekitar reruntuhan candi yang melambangkan seksualitas dan kesuburan serta relief dan patung berbentuk organ intim manusia.

candi sukuh kekunoan.com
Candi Sukuh yang memiliki purwa rancang berbeda dibandingkan candi-candi sejenis pada umumnya

Candi Sukuh ditemukan pada tahun 1815 oleh Johnson (residen Belanda yang berkedudukan di Surakarta) yang pada saat itu ditugaskan Raffless untuk mengumpulkan data untuk penyusunan buku “History of Java”. Candi sukuh kemudian diusulkan menjadi salah satu warisan dunia pada tahun 1995.

Candi Cetho

Candi Cetho terletak di Desa Cetho, Karanganyar, Jawa Tengah yang letaknya tidak jauh dari Candi Sukuh. Candi ini diperkirakan telah ada pada masa akhir atau masa keruntuhan Kerajaan Majapahit yaitu sekitar abad ke 15 Masehi. Candi ini baru ditemukan kembali pada tahun 1842 dan dikatakan memiliki corak Hindu. Candi ini diduga menjadi tempat pemujaan dan bertapa masyarakat asli Jawa pada masa itu. Candi Cetho ini memiliki 13 teras dengan banyak anak tangga dimana pada setiap terasnya terdapat relief, arca, serta punden. Pada teras atas terdapat sebuah puri yang dinamakan Puri Saraswati.

Candi Cetho kekunoan.com

Candi ini memiliki relief – relief dengan ukiran berbentuk tubuh manusia yang mirip wayang kulit dengan wajah menghadap samping dan badan menghadap kedepan.

Candi Pari

Candi Pari merupakan candi yang terletak di Dusun Candi Pari, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk yaitu antara tahun 1350 – 1389 Masehi. Candi Pari ini dibangun dengan batu bata yang berbentuk segiempat sehingga jika dilihat – lihat bentuk candi ini seperti pura yang ada di daerah Bali.

Candi Pari kekunoan.com

Candi Pari dibangun pada tahun 1371 Masehi yang pembangunannya bertujuan untuk mengenang dan memperingati hilangnya adik angkat dan sahabat Prabu Brawijaya.

Candi Jabung

Candi yang terletak di Desa Jabung, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur ini didirikan pada tahun 1276 Saka atau 1354 Masehi dan terbuat dari bata merah yang berkualitas bagus yang mampu bertahan lama. Candi Jabung ini merupakan salah satu candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu, dimana struktur candi ini di duga mirip dengan Candi Bahal yaitu sebuah candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berada di Sumatera Utara.

Candi Jabung kekunoan.com

Candi Jabung memiliki 2 bangunan utama yang berukuran besar dan kecil yang umumnya dinamakan Candi Sudut. Arsitektur Candi Jabung ini terdiri dari bagian batur, kaki, tubuh dan juga atap dengan bentuk bulat, bagian atapnya ini berbentuk stupa dengan motif suluran.

Candi Wringin Lawang

Candi Wringin Lawang kekunoan.com

Candi ini terletak di Desa Jatipasar, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur yang dibangun sekitar abad ke 14 Masehi. Candi Wringin Lawang juga terbuat dari batu bata merah berkualitas bagus sama seperti Candi Jabung. Candi ini terlihat seperti sebuah pintu gerbang dengan tinggi 15,5 meter dan berukuran 13 x 11 meter yang diyakini para ahli merupakan pintu masuk ke kediaman Patih Gajah Mada dan pintu masuk menuju bangunan – bangunan penting Ibukota Majapahit.

Candi Bajang Ratu

Candi Bajang Ratu berada di Desa Temon, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke 14 Masehi. Dalam Kitab Negarakertagama candi ini disebutkan merupakan pintu masuk menuju bangunan suci tempat memperingati wafatnya Raja Jayanegara.

Candi Bajang Ratu kekunoan.com

Candi ini menjadi candi terbesar pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit karena sebelum Raja Jayanegara wafat bangunan ini merupakan pintu belakang untuk Kerajaan Majapahit. Candi ini juga dibuat dengan batu bata merah dan memiliki 3 bagian utama yaitu kaki, tubuh, dan atap, dimana pada bagian atap terdapat sayap dan dikedua sisinya terdapat pagar tembok.

Candi Brahu

Candi Brahu terletak di kawasan arkeologi Trowulan di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke 15 M. Nama Brahu diperkirakan berasal dari kata Wanaru atau Warahu yang merupakan sebutan bangunan suci berdasarkan Prasati Alasantan. Prasasti ini dibuat oleh Mpu Sendok yang bertujuan sebagai tempat pembakaran jenazah dari raja – raja Majapahit.

candi brahu kekunoan.com

Berbeda dengan candi – candi yang sudah dibahas, candi ini memiliki corak Budha namun masih dibangun dengan menggunakan batu bata merah.

Candi Tikus

Sama layaknya Candi Brahu, Candi Tikus in juga berada di kawasan arkeologi Trowulan di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini dinamakan Candi Tikus karena pada saat candi ini masih berada di bawah tanah sebelum pemugaran, merupakan sarang ribuan tikus yang mengganggu pertanian warga.

candi tikus kekunoan.com

Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke 13 atau 14 Masehi, hal ini dapat diketahui karena adanya sebuah menara kecil yang ditemukan disekitar candi yang merupakan ciri khas pada zaman tersebut.

Candi Surawana

Candi yang merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit ini terletak di Desa Canggu, Pare, Kediri, Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada sekitar abad ke 14 Masehi dan masih memakai corak Hindu yang sering disebut sebagai Candi Wisnubhawanaputra.

Candi Wringin Bajang

Candi Wringin Banjang merupakan candi yang berada di Desa Gandungan, Gandasari, Blitar, Jawa Timur. Menurut penelitian, candi ini merupakan candi yang terbuat dari batu – batu andesit yang dibangun secara sederhana dengan tinggi 5 meter, panjang 4 meter, dan lebar 3 meter. Pada masa Kerajaan Majapahit, candi ini difungsikan untuk menyimpan barang – barang atau alat – alat upacara Kerajaan Majapahit.

Karya Susatera Masa Majapahit

Karya Sastra yang Dihasilkan oleh Kerajaan Majapahit diklasifikasikan ke dalam 2 golongan, yakni susatra Majapahit awal dan susastra Majapahit Akhir

Karya Sastra Majapahit Awal

Kitab Negarakertagama

Kitab ini merupakan kitab yang dikarang oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi dimana isinya berisi tentang sejarah raja – raja Singhasari atau Majapahit. Tidak hanya cerita tentang raja – raja, kitab ini juga membahas keadaan Majapahit dan wilayah kekuasaannya. Seperti ketika perjalanan Raja Hayam Wuruk menuju tempat kekuasaannya di pelosok Jawa Timur serta candi – candi dan kehidupan agaman pada saat itu.

Kitab Sutasoma (Purusadha)

Kitab Sutasoma ini merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit yang dikarang oleh Mpu Tantular. Kitab ini berisi syair – syair dan kisah serta riwayat Sutasoma yang awalnya anak seorang raja hingga menjadi seorang pendeta Budha. Kitab ini dibuat pada masa kejayaan Majapahit dalam pemerintahan Hayam Wuruk pada tahun (1350 – 1389).

Kitab Arjunawijaya

Kitab ini merupakan kitab yang di karang oleh Mpu Tantular yang berkisah tentang seorang raja raksasa (rahwana) yang dikalahkan oleh Raja Arjunasasrabahu dan Patih Sumantri.

Kitab Kunjarakarna

Kitab ini juga termasuk kitab – kitab peninggalan Kerajaan Majapahit, namun sayangnya sampai sekarang kitab ini belum diketahui siapa yang membuatnya. Kitab ini bercerita tentang serorang raksasa dengan julukan Kunjarakarna yang ingin menjadi manusia. Karena ketaatannya terhadap agama Budha maka keinginannya untuk menjadi manusia pun terwujud.

Kitab Parthayajna

Kitab ini mengisahkan tentang perjalanan para Pandawa mengembarai hutan setelah kalah bermain dadu dari para Kurawa.

 

Karya Sastra Majapahit Akhir

Kitab Pararaton

Kitab Pararaton ditulis pada tahun 1535 Saka atau 1613 Masehi. Kitab ini berisi tentang kejadian – kejadian penting pada masa Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit dan juga pemberontakan Ranggalawe dan Sora dalam peristiwa bubat.

Kitab Ranggalawe

Kitab ini berisi kidung yang mengisahkan tentang pemberontakan yang dilakukan oleh Ranggalawe (salah seorang abdi Raden Wijaya) di Tuban terhadap Raja Jayanegara.

Kitab Sundayana

Kitab ini berisi kidung mengenai peristiwa Perang Bubat yang terjadi ketika Prabu Hayam Wuruk berencana mempersunting seorang putri Sunda namun terjadi kesalahpahaman yang akhirnya berubah menjadi sebuah pertempuran antara Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Majapahit dibawah pimpinan Patih Gajah Mada.

Kitab Sorandaka

Isi kitab ini mengisahkan tentang pemberontakan Sora (seorang abdi kesayangan Raden Wijaya) terhadap Raja Jayanegara di Lumajang.

Kitab Panji Wijayakrama

Kitab ini ditulis berbentuk kidung yang mengisahkan tentang perjalanan Raden Wijaya dari awal hingga menjadi Raja Majapahit.

Warisan Majapahit Untuk Generasi Selanjutnya

Mohammad Yamin secara terang-terangkan mengatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kelanjutan dua kerajaan besar sebelumnya, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Beliau bahkan mengklaim sebuah temuan relief wajah manusia dari pecahan gerabah sebagai sosok wajah Gajah Mada. Meskipun meragukan namun klain tersebut penting untuk menumbuhkan kebanggaan dan meneguhkan identitas bangsa.

Di era teknologi informasi yang demikian pesat dimana disinformasi dapat dengan mudah terjadi, penting kiranya sebuah bangsa tetap memegah teguh jati diri yang berlandaskan pada identitas dan budaya aslinya sendiri.

Pelan namun pasti, salah satu contoh nyata fenomena ini yang bisa dilihat sehari-hari adalah pudarnya kebaya yang berganti dengan cara pakaian keyakinan tertentu. Bukan tidak mungkin kita akan semakin asing pada budaya nenek moyang sendiri dan menggantikannya dengan budaya orang lain; menganggap cara hidup warisan leluhur yang sesungguhnya sarat makna dan luhur bernilai peradaban tinggi sebagai keusangan dan ketinggalan jaman yang harus digusur.  Sungguh amat disayangkan bila hal demikian ini yang berlaku.

Majapahit adalah salah satu identitas kebanggaan bangsa yang bisa dijadikan pegangan agar kita tidak lupa asal muasal kita, bagaimana kita bermetamorfosa menjadi diri kita yang sekarang ini.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

GIPHY App Key not set. Please check settings

4 Comments

  1. Saya Bu Yud Kusuma ( RR Maryudati, S.IP / RF Maryudati Prabakusuma, S.IP ) Keturunan/ Trah/Dynasti ke 26 dari Pendiri dan Raja Pertama Majapahit, Nararya Sanggrama Wijaya Kertarajasa Jayawardana ), senang sekali membaca Sejarah Kerajaan Terbesar di Nusantara, maka ketika Situsnya akan didirikan Pabrik peleburan besia dan baja, saya turut membela dan mengajukan proposal untuk diantaranya membangun Rumah adat, replika kerajaan majapahit serta taman budaya ( 1 januari 2014 ) kepada Presiden, Men.PU, Mendikbud, Gub.Jatim, Pangdam V BW serta Kapolda Jatim ) semoga kebudayaan Majapahit Bangkit lagi.

Loading…

0

Raja-Raja Penguasa Majapahit Dari Awal Hingga Keruntuhannya

Prasasti-prasasti Tertua Tonggak Sejarah Malang