Masa-masa awal VOC bercokol di Jawa dilalui dengan ‘babat alas’ berdarah-darah.
Setelah menguasai Banten, VOC harus menghadapi tantangan hidup mati dari kerajaan paling besar pada masa itu yang berpusat di daerah pedalaman Jawa, yakni Mataram Islam.
Baca juga: Pasukan Besar Mataram Dihadapi dengan Tai
Serangan Mataram di saat VOC masih belum sepenuhnya kuat berdiri sungguh mengancam eksistensi keberlangsungan perusahaan dagang ini.
Kekalahan akan menghapus mimpi meraih keuntungan dari perdagangan rempah-rempah yang menggiurkan yang sudah tergambar di depan mata. Sulit dibayangkan bila harus melakukan konsolidasi ulang mendatangkan pasukan dan armada baru dari Belanda.
Perlu diketahui bahwa pada jaman dimana pelayaran sepenuhnya menggantungkan diri dari angin, durasi perjalanan dari Eropa ke Hindia Timur lazimnya menghabiskan waktu berbulan-bulan.
Jika ditambah waktu untuk merekrut pelaut, prajurit dan pegawai administrasi,lalu membuat kapal baru, dan mengatur segala tetek bengek perjalanan ekspedisi, bisa jadi baru sepuluh tahun berselang bisa kembali ke Jawa.
Setelah mampu menahan serangan Mataram untuk kedua kalinya, VOC bisa menarik nafas lega karena tidak ada lagi tantangan dari kekuatan penguasa lokal lain yang semasif Mataram.
Perlahan-lahan VOC memperkokoh kedudukannya atas pulau Jawa, secara khusus atas sejumlah kecil daerah pesisir pantai utara Jawa. Selanjutnya setelah dirasa punya pijakam, barulah dimulai usaha mengeksplorasi daerah pedalaman pulau Jawa.
Baca juga: Alexander Hamilton Memantau Bakal Jalur Perdagangan Pantura Jawa
Untuk menjelajahi wilayah pedalaman yang berpusat di Mataram, VOC memulai ekspedisi dari benteng Missier, yang terletak tiga jam perjalanan dari Tegal.
Ekspedisi ini dipimpin oleh Jacob Couper dan berhasil menguasai wilayah pedalaman tersebut pada tanggal 16 Desember 1681, dengan dibangunnya benteng Missier.
Pada tahun 1695, dari benteng Missier, dilakukan ekspedisi menuju wilayah Mataram.
Rute ekspedisi ini mencakup perjalanan dari Missier ke Semarang, Jepara, dan Cartosoera, lalu berbelok ke selatan, Mataram, Barat ke Banjoemas, dan akhirnya ke utara kembali ke benteng Missier.
Ekspedisi ini diselenggarakan delapan tahun setelah ekspedisi menuju hulu Sungai Tjiliwong pada tahun 1687, yang dipimpin oleh Sersan Scipio dan menandai pendirian Fort Padjadjaran.
Salah satu hasil nyata dari serangkaian ekspedisi ini adalah penyerahan Semarang kepada VOC pada tahun 1705.
Setelah Benteng Semarang selesai dibangun, pusat administrasi perdagangan yang sebelumnya berada di Demak dipindahkan ke dalam Benteng Semarang.
Penguasaan Semarang oleh VOC setara dengan penguasaan Goa di India oleh Portugis, sebagai pijakan penting bagi perkembangan koloni.
Perjalanan sejarah yang penuh kerjasama dan konflik ini lantas dilanjutkan dengan ekspedisi dari Benteng Semarang ke Cartosoera pada tahun 1705, yang dimulai pada tanggal 24 Oktober di bawah pimpinan Herman de Wilde.
Rute ekspedisi meliputi Semarang, Oengaran, Toentang, Salatiga, hingga mencapai Cartosoera.
Pada rute ini, berbagai benteng dibangun sesuai dengan catatan yang terdapat dalam Peta 1719.
Mayor Govert Knol, komandan Semarang 1706-1708 dikenal sebagai sosok yang menonjol dalam buku-buku sejarah kolonial era VOC berkat keberhasilannya di wilayah Jawa.
Salah satu tugas utamanya adalah memimpin ekspedisi dari Semarang ke wilayah pedalaman pada tahun 1706 dengan tujuan menaklukkan Soerabaja..
Langkah ini menjadi tonggak penting dalam pendirian koloni di Soerabaja.
Pada tahun 1708, selesailah pembangunan Benteng Semarang, dan di tahun yang sama dimulainya pembangunan Benteng Soerabaja.
Pantaslah kiranya bila Batavia (kini Jakarta), Semarang, dan Surabaya menempati urutan pertama 3 kota terbesar di Indonesia bila menilik dari sejarah lahirnya yang panjang. Dahulu ketiga-nya adalah pusat kendali VOC atas tanah Jawa, kini juga memiliki peran ekonomi yang besar bagi negara Indonesia.
GIPHY App Key not set. Please check settings