SedihSedih

Malang Bukan Kandang Singa, Yang Banyak Harimau

Harimau Jawa Panthera Tigris Sondaica kekunoan.com

Adakah harimau yang tinggal di wilayah Malang tempo doeloe?
Bila ada, bagaimanakah sejarah harimau di wilayah Malang tersebut? Masih adakah jejaknya yang tersisa?

Mari kita telusuri harimau Malang lewat sumber-sumber tempo doeloe.

Malang terkenal sebagai salah satu tempat berburu harimau favorit.

Harimau pada jaman dahulu tentu saja ada yang tinggal di sekitar wilayah Malang raya, tetapi tidak ada yang namanya harimau Malang, harimau Probolinggo, harimau Kediri, dan lain-lain.
Yang ada adalah harimau Jawa.

Ruang jelajah harimau sangat luas, bisa menjangkau hingga ratusan kilometer.

Di Indonesia kini dikenal 3 jenis harimau; Harimau Jawa, Sumatera, dan Bali.

Harimau Jawa katanya sudah lama punah, menyusul saudaranya di Bali. Yang bisa kita lihat di alam liar tinggal harimau Sumatera.
Dari ketiganya, secara fisik harimau Bali yang paling kecil.
Analisanya gampang. Daya jelajah harimau Bali adalah yang paling sempit dan variasi makanannya juga yang paling sedikit.

Keberadaan harimau di Malang dapat ditemukan dari berita surat kabar Javasche courant, tertanggal 05 Pebruari 1831.

Nukilan berita ini mengabarkan harimau yang menghalangi perjalanan seorang pendaki gunung berkebangsaan Belanda yang ditemani sejumlah penduduk dan penemuan arca-arca peninggalan Hindu Buddha di wilayah Singosari Malang.

‘…ditemukan sebanyak 36 buah, serta 53 buah arca kecil yang sulit dibedakan sosoknya, namun ada arca yang tampak seperti pembantu, dan ada pula yang berpakaian pandita.
Keseluruhannya terbuat dari batu biasa yang ditemukan di Singo Sarie. Dikatakan bahwa D Landouw pernah mengambil arca dari sana yang bertentangan dengan keinginan penduduk.
Ada juga arca yang mewakili harimau dan dua anjing dan seorang pria dengan hewan babi. Pendopo yang dulu berdiri di pintu gerbang pertama dan kedua, sekarang sudah hancur seluruhnya, dan hanya diketahui pondasinya saja yang tersisa; tanaman bernama andong andong telah tumbuh dimana-mana disana.

Saya sendiri, membuat keputusan untuk tidak menghabiskan perburuan arca seperti di atas, sehingga setelah melihat saya kembali bersiap-siap untuk berangkat, sangat melelahkan dan kami tiba di Tompowono, lalu setelah menginap semalam kami melanjutkan perjalanan [pulang dari puncak gunung Arjuno] kami salah jalan, bertemu harimau di Poenoek Lemboe, yang menghalangi kami.

Kami kembali ke Mojo. Kami segera pergi ke kamp-kamp yang telah disiapkan untuk kami, dan tidur sampai malam tanpa ada gangguan. Kaki kami benar-benar bengkak dan serasa patah, sehingga kami juga harus menginap lama di Modjo dan baru tanggal 27 kami melanjutkan perjalan ke Malang dan tiba pukul 1 pagi tanggal 28’.

Harimau di Malang tampaknya banyak berkeliaran jauh hingga ke lereng-lereng gunung. Tentu saja karena di tempat seperti itu juga ditemukan babi hutan dan hewan-hewan besar lainnya.

Harimau selalu berburu mangsa hanya untuk mencukupi kebutuhan dasarnya, yakni makan.
Berbeda halnya dengan orang-orang Eropa/ Belanda khususnya, yang suka berburu harimau hanya sebagai kesenangan belaka, sehingga mereka tak ubahnya agen pemusnah harimau di Jawa.

 

Baca juga: Harimau Tasmania, Predator Australia yang Tinggal Cerita

 

Jaman dulu, para pemburu harimau sudah mengetahui dimana harus berburu. Surat kabar Nieuwe courant, 23-09-1950 menyebutkan spot-spot berburu harimau pada tahun 1850.

Pemburu dari Batavia memburu harimau yang ditemukan di berkeliaran di hutan-hutan Tandjoeng Priok dan Bekasi. Terkadang mereka pergi ke tempat lain yang jauh untuk menemukan suasana berburu yang baru seperti di Banten (Bantam), Krawang, Malang Selatan, di lereng selatan gunung Semeru, regentschap Loemadjang.

Harimau termasuk hewan yang suka berpetualang sehingga tidak melulu berdiam di satu wilayah.
Ada kalanya harimau berjalan turun gunung bila kebutuhan pangan sulit ditemukan di hutan/ gunung dan mencoba mendekati kebun dan pemukiman penduduk. Inilah yang terjadi kampong Oesang, Malang pada tahun 1870.

Surat kabar De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, bertanggal 19 Januari 1870 menulis:

‘Penduduk asli Bernama Pa Dowa dan Pa Selemen, yang coba menyelamatkan rekannya dari cengkeraman harimau di kebun kopi Oesong, Malang, memenuhi syarat dinominasikan untuk mendapat bintang ksatria dari militer Willems, baik untuk medali atau kesaksian untuk menyelamatkan orang yang terancam’.

(Tidak ditemukan catatan bagaimana rincian cerita penyelamatannya dan bagaimana nasib harimau apakah hidup atau mati )

Lazimnya, penduduk mengejar harimau bila ada yang masuk kampung dan mengganggu warga saja.
Biasanya penduduk kampung akan beramai-ramai membuat perangkap atau mengusirnya, bisa juga meminta bantuan dari polisi militer.

Satu waktu, terjadi kegaduhan di Probolinggo. Sebabnya adalah insiden pembakaran harimau yang dilakukan orang hanya untuk kesenangan. Beritanya viral kemana-mana.
Tentu saja kontroversi kebiadaban ini dikutuk oleh segelintir orang Eropa yang penyayang binatang.

” Memalukan. Dari laporan pesta yang diadakan di Probolingo, terlihat seekor harimau yang tidak mau menyerang kerbau disiram dengan minyak tanah kemudian dibakar. Apakah ini dilakukan di bawah pengawasan, dengan persetujuan diam-diam dari seorang pejabat Eropa? Jika demikian, sebaiknya dia diberi teguran keras oleh Pemerintah atas keburukan yang dilakukan dengan persetujuannya. Jika fakta ini menjadi perhatian Gubernur Jenderal, ekspresi ketidaksenangan seperti itu mungkin tidak akan hilang. Karakter laki-laki van Rees (Resideny Probolinggo) tidak bisa tidak menjadi musuh alami penyiksaan hewan’.

Begitulah yang tertulis pada Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-05-1884: ‘Soerabaia 7 Mei 1884.

Terdapat profesi pemburu profesional di antara orang Eropa/Belanda yang sewaktu-waktu dipanggil membantu penduduk kampung dekat hutan, tetapi juga banyak pemburu amatiran, yang hanya berburu kesenangan semata. Para pejabat, bahkan pejabat setingkat Residen inilah yang biasanya masuk kategori kedua.

 

Baca juga: Harimau dari Madiun

 

Meskipun hutan Oedjoeng Koelon telah ditetapkan sebagai taman nasional dimana kegiatan menebang pohon dan berburu hewan besar dilarang, tetap saja dilanggar, bahkan oleh seseorang berpangkat residen.

Residen Banten justru berburu harimau bersama teman-temannya di taman nasional ini.Seorang pengawas hutan diam-diam membocorkan persitiwa ini pada khalayak ramai.
Namun hanya sampai di situ, tidak ada tindak lanjut dari kasus ini.

Di berbagai tempat di Jawa kerap dilaksanakan upaya penangkapan harimau, baik oleh para warga maupun oleh pemburu professional. Hasil buruan lalu diamankan pemerintah wilayah dalam hal ini oleh residen atau asisten residen.
Dengan dalih jika dilepaskan akan kembali mengancam penduduk maka selanjutnya harimau dimasukkan kerangkeng.
Biasanya setelah beberapa waktu, harimau itu tidak akan ada kabarnya lagi, besar kemungkinan sudah diuangkan.

Harimau mahal harganya. Di pasaran internasional, permintaan untuk harimau sangat tinggi, tidak hanya untuk para pembeli pribadi, juga untuk memenuhi kebun binatang di kota-kota besar di dunia.

Inilah satu dari sekian faktor yang menyebabkan harimau Jawa sekarang hanya tinggal nama.
Sungguh amat disayangkan.

 

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Loading…

0
Legiun mangkunegaran Berparade di Surakarta Kekunoan.com

Pasukan Perang Elit Se-Nusantara Dikirim ke Perang Aceh

keris tilam upih

Keris Tilam Upih, Filosofi dan Tuahnya yang Luar Biasa